Adanya gangguan kesuburan (ovulasi) paling sering karena ada ketidakseimbangan atau kekurangan hormon reproduksi (FSH dan LH) sehingga pertumbuhan dan perkembangan sel telur terganggu. Apabila ada gangguan tersebut maka terapi hormonal dapat diberikan. Salah satu yang diberikan oleh dokter kandungan adalah yang merupakan preparat antiestrogen yang dapat memicu timbulnya ovulasi dalam 60-80% kasus dan kehamilan dapat terjadi dalam 30-40% setelah 3 kali pemberian.
Telur yang cukup matang berukuran 18-20 mm. Selain itu ketebalan selaput lendir rahim (endometrium) sangat penting. Kehamilan akan terjadi apabila ketebalan endometrium minmal 8 mm. Apabila telah tercapai ukuran sel telur dan ketebalan endometrium yang cukup maka sering kali untuk membantu pecahnya folikel telur mengeluarkan sel telur diberikan suntikan “pemecah telur” berisi hormon hCG yang mirip dengan hormon LH. Dalam 32-40 jam selu telur akan dilepaskan dari indung telur.
Terapi induksi ovulasi juga bermanfaat pada saat akan dilakukan tindakan inseminasi atau bayi tabung. Tujuannya adalah membuat telur menjadi banyak (superovulasi) sehingga meningkatkan peluang terjadinya kehamilan. Pada inseminasi peluang hamil pada telur lebih dari 1 meningkat menjadi 20% jika dibandingkan hanya ada 1 telur (7-8%).
Kegagalan bisa terjadi pada kasus dengan masalah pada indung telur seperti adanya sindroma ovarium polikistik (SOPK) atau pada ovarium yang dalam kondisi poor responder (kurang berespon) bahkan mendekati/masuk masa menopause.
Jika ada masalah hormonal lain (SOPK) maka kelainannya diterapi lebih dahulu. Jika pada kasus poor responder maka induksi ovulasi dapat dilakukan dengan mengkombinasikan obat dengan hormonal lain (biasanya yang disuntikkan bisa berupa FSH, kombinasi FSH-LH atau Gonodotropin releasing hormone) atau meningkatkan dosis hingga tercapai respon. Namun apabila sudah mendekati atau bahkan menopause maka kegagalan membesarkan telur tidak dapat terelekakn lagi.